Betapa terlihat berkaitannya antara aku dan kamu. Kamu ada, maka aku pun
ada. Tak tahu entah yang mana dulu yang tercipta, tetapi dunia memperlihatkan
pada kita akan semua yang telah tercipta indah. Sejak dahulu kala, orang-orang
di sekitar kita melihat kita berdua sebagai sepasang kekasih. Dua sejoli yang
tak pernah letih untuk berdua setiap waktu. Tak peduli cuaca berganti, engkau
dan aku akan selalu diingat oleh orang-orang disekitar kita. Memori mereka akan
aktif ketika mendengar namamu dan namaku diucap secara bergantian.
Entah benar atau tidak, ketika engkau hanya datang sendirian, orang-orang
pasti akan menanyakanku. Tak perlu engkau pungkiri itu, karena aku pun merasa
demikian. Aku telah berusaha mencurahkan waktu dan tenagaku untuk sejenak
melupakanmu, untuk sejenak memikirkan hal lain yang mungkin lebih indah. Tetapi
apa daya, niat diri meninggalkanmu tapi hati tak mau beranjak sedikitpun
darimu. Sesakit apapun itu, kisah antara aku dan engkau tetap selalu ada
didalam setiap orang yang mengenal kita. Ini bukanlah sebuah pelampiasan kesal
semata, akan tetapi jeritan luka karena rasa yang engkau biarkan begitu saja.
Ingatkah engkau? Ketika kita berjalan bersama di pagi hari atau di siang
hari, atau di sore hari, atau kala itu di malam hari? Bertemunya kita tak
pernah melihat waktu yang berlalu begitu saja. Bertemunya kita tak pernah
mendengar berkata apa orang-orang disana. Bertemunya kita adalah suatu rezeki
dari Allah SWT dimana bertemunya kita menyenangkan hati sebagian orang, dan
mungkin mengecewakan hati yang lainnya. Tapi kita tak punya kuasa, kita hanya
mengalir bersama dengan takdir yang telah digoreskan oleh Sang Pencipta.
Entah kenapa aku merasa jikalau kini aku sudah merasa renta. 4 bulan
sudah kita tak dipertemukan untuk sekedar bertegur sapa. 4 bulan sudah kita
melalui hari-hari ini dengan warna yang berbeda. Tiba kalanya kita dipertemukan
pada suatu malam yang tak terkira. Engkau, aku, dan sedikit memori-memori masa
lalu. Engkau mungkin lupa, dan malam itu engakau coba mengingat-ingat memori
kita. Memori yang indah untukku, tapi mungkin hanya mengganggu bagimu. Sedikit
indah pada dirimu seakan membasahi jiwa yang telah kekeringan sedari 4 bulan
lalu.
2 minggu telah berlalu dari malam tempat kita bertemu. Engkau kembali
menghilang dengan rasa cuek yang entah kenapa aku sangat menyukainya. Semua hal
kecil yang ada padamu layaknya menjadi daya pikat tersendiri untuk selalu
memikirkanmu. Berharap Tuhan membawamu dengan apa adanya dirimu kehadapanku.
Harapan yang aku pinta dapat terwujud sebelum bergantinya musim ini. Sungguh
aku tak ingin menyadari hilangnya hilangnya dirimu yang begitu cepat. Aku takut
engkau meninggalkanku dengan petunjuk yang justru membuatku bingung. Aku pun takut
jikalau engkau menganggap bahwa petunjuk itu akan membantu untuk menemukanmu.
Tapi engkau tidak pernah menganggap bahwa dengan bimbingan serta berpegang pada
tanganmu, aku akan lekas menemukan jalan menuju tempat di hatimu.
Kadang aku bertanya, kenapa semua harus begitu terlambat? Kenapa semuanya
harus penuh dengan penyesalan dariku? Mungkin Tuhan hendak menunjukkan padamu
atau mungkin padaku tentang indahnya arti kita berdua, akan tetapi kita terlalu
menjaga gengsi untuk bertemu meski hanya dalam intensitas yang kecil. Mungkin
aku belum bisa memahami bagaimana cara yang tepat untuk menunjukkan maksud
hati, akan tetapi engkau sudah terlanjur berlari menuju sesuatu yang lebih
menarik lagi. Jarak antara kita memang tidak terlalu jauh, tapi rasa yang
menjembatani hati kita kini telah runtuh dan entah kapan bisa mendapatkan
perbaikan dari sang Pencipta.
Tapi kini, aku hanya bisa menulis kisah indah antara kita dan semua yang
ada. Selanjutnya, aku biaran Tuhan menghapus bagian yang biasa saja dan
menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik lagi. Bagaimanapun juga, aku hanya
sebuah “payung” yang memiliki waktu untuk purna. Sedangkan engkau, “hujan” yang
akan turun kapanpun engkau mendapat kesempatan untuk turun. Engkau bisa saja sibuk
membasahi jiwa “payung-payung” lain yang berada dekat denganmu, tapi
bagaimanapun juga aku tetap menunggu kedatanganmu di tempat yang engkau pun
sudah tahu itu. Sampai saat ini, sudah berkali-kali aku mengirim pesan kepada “hujan”,
tapi Tuhan berkata bahwa ini belum saatnya, dan aku harus menunggu untuk waktu
yang belum tentu.