Rabu, 13 November 2013

Ketika Pertanyaan Mengetuk Relung Hati

Empat bulan yang lalu, saya masih mengira-ngira kemana mimpi saya akan dibawa. Tiga bulan lalu, saya mulai mencintai hal ini sebagai kebiasaan setelah selesai berpuasa seharian. Dua bulan lalu, saya mulai membangun mimpi untuk mempertahankan hasrat saya disini. Akan tetapi, satu bulan yang lalu, saya mulai dibingungkan dengan semua ini. Perubahan demi perubahan, pergantian dan pergantian, serta kehilangan pun silih berganti.

Amat disayangkan memang, orang-orang yang awalnya merencanakan ini, kini harus pergi karena merasa lelah bermimpi disini. Tuntutan demi tuntutan tugas kini terasa berat. Seakan berada dipundak-pundak pemimpinya saja. Lantas apa masalah terberat dalam diri? Sampai tak habis pikir untuk terus berkorban sementara yang lain hanya memperjuangkan produktivitas pribadi?


Sabtu, 02 November 2013

Permohonan Maaf

Jika mengatakan bahwa ini ujian terberat, maka ini mungkin akan menjadi ujian yang lebih besar dari yang sebenarnya terjadi. Ini perasaan yang sama, rasa yang sama ketika saya terjatuh di pelukan Tuhan yang selalu sama. Dia menciptakan cinta dengan cepat diantara orang-orang dalam hidup saya, tapi begitu cepat pula Dia membalikkan semua itu. Dia datangkan banyak, dan Dia jauhkan banyak pula orang-orang terdekat saya. Dia membuat saya dicinta, dan dibenci pula oleh orang yang sama. Dia selalu memiliki cara untuk membawa saya menghela nafas dan memejamkan mata sejenak

Saya masih berpijak di bumi yang sama. Tempat dimana saya dilahirkan dan kelak nanti akan dikebumikan. Berbicara tentang kematian, saya amat takut ketika membayangkan jiwa saya diangkat dan dibebaskan dari beban yang ada dalam diri saya. Saya bisa membayangkan betapa beratnya melepas pikiran, perasaan, dan semua harapan dibalik pilihan menuju keabadian. Setiap hari saya menolak untuk menerima kematian karena takut tisak akan memiliki teman setia dalam keabadian.

Dia benar, Dia memang benar. Malam ini saya berada dikeramaian, akan tetapi diri saya merasa sendiri. Merasa dimiliki jiwa yang tidak bisa mengatur detak jantung yang semakin berdetak cepat. Saya merapuh mengikuti pikiran yang kalut karena lelah mengikuti arus kehidupan. Terseret dari hulu dan belum tahu akan berhenti dimana.

Beberapa saat lalu, saya meluangkan waktu untuk menghapuskan segala dosa kepada orang terdekat saya. Orang tua, sanak keluarga, teman menempuh ilmu di Fakultas, teman kosan, dan beberapa orang yang menyadari keterkaitan saya dengan perasaan seperti ini. Kali ini, saya ingin sekali lagi menghapuskan dosa dengan meminta maaf kepada setiap pembaca yang mungkin telah dirugikan karena waktu dan pikiran yang telah dicurahkan untuk membaca tulisan berikut ini.


Tulisan ini terinspirasi dari beberapa teman di yang telah membuat saya tersenyum bangga dan menangis pilu karena kesalahan yang saya buat. Mungkin terlalu banyak perkataan atau perbuatan yang membuat teman-teman sakit hati. Semoga kesediaan teman-teman untuk memaafkan saya, dibalas dengan kemudahan yang berlipat ganda oleh Dia yang selalu mencintai kita.

Translate