Kamis, 23 Oktober 2014

Filosofi Ponsel

Ponsel atau telepon seluler - bisa juga disebut hp - terkadang keberadaannya amat sangat dekat sekali dengan kita. Dewasa ini tak jarang kita dapat temui orang yang tengah asik menekan keypad dan asik dengan percakapannya di alam lain entah apa namanya. Perubahan zaman - yang saya pribadi merasanya amat sangat cepat sekali - dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi membuat kita dapat merasakan sisi lain dari interaksi sosial. Saya dilahirkan tahun 1992, dimana saat itu tidak ada satupun keluarga saya yang memiliki hp karena faktanya tv di desa saya saja masih sangat sedikit sekali. Saya pun masih bisa merasakan pentingnya keberadaan kantor pos untuk mengirimkan surat pada kerabat yang jauh. Momentum bermain bersama, bersepeda bersama sepulang sekolah SD, dan berkirim surat ternyata sudah tidak dirasakan lagi oleh adik saya yang sekarang duduk di kelas 2 SD. Bervariatifnya stasiun tv serta banyaknya pilihan games di playstore ternyata menjadi menu paling diminati dari anak-anak zaman sekarang.
Ponsel yang 10 tahun lalu masih jadi barang mewah kini sudah menjadi komoditi barang pokok yang menjadi kebutuhan primer setiap orang. Bahkan seseorang bisa memiliki ponsel lebih dari jumlah telinga yang ia miliki. Kebutuhan akan interaksi sosial yang lebih mudah serta kebutuhan untuk "memiliki teman" ternyata juga dapat mengubah cara pandang seseorang terhadap makna dari ponsel.
Kita pribadi mungkin masih ingat dengan kata-kata orang tua saat kita masih kecil "hp itu yang penting bisa nelpon dan sms". Apakah kalimat seperti itu masih mencukupi untuk kondisi zaman seperti sekarang ini? Jawaban dari mayoritas teman saya adalah TIDAK. "Hape sekarang yang penting mahal, bisa terkoneksi ke internet, dan fitur lengkap". Redefinisi dari ponsel pun mulai muncul. Ponsel yang dulunya diciptakan dari modifikasi telepon dan bertujuan untuk menghantarkan suara kita ke teman kita nan jauh disana, kini bertambah fungsi. Ponsel dapat digunakan sebagai ajang sosialisasi melalui fisik ponsel yang mahal, koneksi serta fitur yang memenuhi kebutuhan interaksi seseorang.
Berbagai perubahan sebaiknya tidak menyeret kita untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang bervariasi, tapi sudah sepatutnya kita mengingat kembali akar dimana kita bertumbuh agar dapat menyukuri karunia Allah yang sempat dititipkan pada kita di kehidupan dunia ini. Jadi semua bukan tentang ponsel atau bagaimana cara kita berinteraksi, tapi untuk apa dan dengan siapa kita berinteraksi



Terinspirasi dari mas obiii yang menelepon di pagi hari. Melewati penatnya jalanan Bekasi-Cikarang untuk mencari ridho illahi.
Sebuah sisi lain dari mendengar suaranya satu jam setiap pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate