Kamis, 30 Oktober 2014

Teruntuk Ayah-Umi



Ayah, Umi, kali ini izinkan aku mengadu dan biarkan mereka tahu.
Duhai Ayah-Umi, melalui engkau ia dapat terlahir ke dunia ini,
melalui engkau pula ia memaknai keluarga yang punya berbagai sisi.
dan dengan usaha Ayah-Umi lah ia bisa sampai seperti ini.

Ayah, Umi, belum genap satu tahun aku menemaninya,
sebagaimana engkau tahu betapa menyebalkannya dia,
selalu merayu meski kadang aku membiarkannya begitu.
Engkau pasti lebih tahu, betapa menggemaskannya dia,
senantiasa bersabar meski aku menyubit lengannya selalu.
dan engkau pasti sudah tahu, betapa aku tersipu malu-malu,
saat dia hanya bisa menggodaiku di hari minggu.

Rasanya bercerita pada Ayah-Umi tak ada habisnya,
laksana Ibuk mencintaiku sepanjang masa.
Meskipun kadang mengadu karena tingkah anakmu yang satu itu,
tapi percayalah, dia adalah laki-laki nomor #2 dalam hidupku.
Eh maaf-maaf, aku revisi ya yah, mi, dia nomor #3 dalam hidupku.
Yang pertama tetap Bapak dan yang kedua tentu adikku :")

Ayah, Umi, malam ini aku merasakannya lagi,
aku ingin membawakanmu bunga lagi,
Aku amat sangat berharap engkau mengerti,
bukan maksud hati menjadi pemuji,
tapi aku ingin berkeluh kesah dalam hal ini.

mungkin Ayah-Umi mengerti,
Allah senantiasa menjadi tempat pertama untuk berbagi,
dan Allah Maha Berkehendak atas segala hal apa ini.
tapi izinkanlah aku senantiasa mengingat Ayah-Umi,
dan meminta bantuan untuk membujuk teteh Yuni.

Ayah, Umi, sedikitpun tak ingin aku menyakiti Robby,
atau membuatnya menderita hanya karena banyak sekali aku bermimpi,
tapi aku yakin Ayah-Umi senantiasa mengerti,
tak pernah ada salah ketika kita mau bermimpi,
apalagi untuk menuntut ilmu dan menjadi lebih pasti.

Bagaimana bisa kita khawatir hidup dan mati,
jika hanya bertanya tentang akan makan apa nanti,
Umi mungkin akan lebih mengerti,
bagaimana Allah menghidupkan Robby dalam perut Umi.
tentu tak pernah si jabang bayi akan mengerti,
atau berpikir akan mati karena tak tahu makan apa nanti.
Ayah pasti lebih mengerti,
bagaimana cinta Ayah mampu menaklukkan Umi,
atau mungkin perjuangan Umi untuk membuat Ayah mengerti.

Ayah, Umi, terima kasih atas semua ini,
Aku yakin Ayah Umi amat sangat mengerti,
Aku pun yakin kita akan bertemu suatu saat nanti,
tatkala bukan mati atau keluar negeri yang jadi kisah untuk berbagi,
akan tetapi bagaimana cinta membuat kita semua mengerti,
bahwa hidup di dunia hanya untuk dipelajari,
dan mimpi bukan berarti jual-beli,
Dan aku masih yakin bahwa kita akan bertemu suatu saat nanti,
Tatkala janji suci menjadi penyatu hati,
dan Allah senantiasa menjadi Dzat Terhebat untuk kembali


Kisah dibalik pipi yang basah :"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate