Minggu, 22 April 2012
Malam ini sekedar menjadi
tamparan untuk diriku sendiri. Menemukan sebuah insight dalam suatu
keadaan emosi yang labil memang bukan hal yang mudah bagi saya. Terlepas dari
ketidakmampuan saya menyimpan kekecewaan yang begitu bodoh. Sebuah cuplikan ayat
yang benar-benar mengetuk hati saya malam ini adalah
|“. . . . Itulah karunia Allah
yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), Maha Mengetahui” Q. S. Al-Ma’idah(5) ayat 54.|
Teringat kejadian 1 minggu yang
lalu, ketika saya hendak membalas kebaikan seorang teman saya dengan sebuah hal
kecil yang saya usahakan dengan sepenuh hati. Saya memang hanya membuat sebuah
kue brownies dengan member tambahan coklat serta keju di atas kuwe
tersebut. Sedikit taburan warna-warni
permen menyusun sebuah kata yang menunjukkan namanya. Tak ada maksud apa-apa
ketika aku membuat semua itu. Dari niat untuk membuat hingga jadi sebuah kue
selalu aku awali dengan “Lillahi Ta’ala”.
Setiap detail yang ada di kue tersebut saya susun dengan harapan sesuai
dengan yang dia suka dan tidak terbuang sia-sia. Sebuah mug kecil bergambarkan
foto bersama teman-teman menghiasi mug menemani kue tersebut. Tambahan sebuah
kado kecil adalah buku yang “Subhanallah” mengetuk hati. Buku tentang bagaimana
menjadi seorang manusia sepenuhnya dengan cara-cara menghargai orang lain.
Sungguh manis menurut saya.
|Ketika niat itu dilihat sebelah
mata oleh orang lain|
Setelah 11 hari berlalu, saya
masih belum menemukan logika yang tepat untuk menjawab kekecewaan saya tadi.
Dalam kekecewaan yang saya bangun sendiri, saya merasa menjadi orang bodoh yang
mengijinkan dendam melumpuhkan logika saya. Gejolak antara pelimpahan kesalahan
semakin menjadi dengan adanya suara-suara hati yang ingin menemani. Ingin
sekali aku bercerita atau sekedar menulis apa yang sedang saya rasakan, tetapi
rasa sakit dan perih masih saja mengganjal di dalam hati saya. Berharap hanya
Tuhan yang mendengar jeritan serta tangisan saya.
|Jujur, saya menunggu permintaan
maafmu, tapi ternyata itu bukan kesalahanmu|
Rasanya saya ingin mengulur waktu
sampai saya siap untuk menerima tamparan yang lain lagi. Betapa egoisnya saya,
terkadang berfikir dan mengharap dia meminta maaf kepada saya. Dibalik
kebimbangan logika yang menyebabkan saya bertindak emosional adalah anggapan
bahwa dia “sengaja” melakukan itu untuk menyampaikan pesan yang mungkin sampai
sekarang saya tidak mau memikirkan itu. Saya terus berfikir dan selalu
meyakinkan diri saya sendiri bahwa ini semua bukan kesalahan dia karena dia pun
tak mengharap saya melakukan apapun untuknya. Tetapi kenapa niat saya untuk
menghargai dia terluka oleh sikap cuek dan acuh yang dia berikan.
|Tuhan memberi banyak kebaikan
pada hamba-Nya|
Tuhan telah memberikan banyak
sekali kebaikan pada hamba-hamba-Nya. Bahkan mungkin ia tak berharap kata “maaf”
keluar dari mulut hamba-Nya yang tega membuang pemberian-Nya. Tuhan yang Maha
Melihat bahkan menyaksikan bagaimana pemberian-Nya di buang dan bahkan dicerca.
Logika ini yang aku dapatkan mala mini. Aku yang hanya mencoba memberi suatu
kebaikan, dengan usaha yang mungkin juga terbatas, sudah pantang menyerah dan
kecewa hanya karena dia punya kegiatan lain yang mugnkin tak bisa ditunda.
|Ketika tangisan hati lebih pedih
dari sekedar tetes air mata|
Saya sadar bahwa saya sedang
menangis, tapi bukan tangisan air mata yang menemani saya memikirkan semua ini.
Pemikiran yang kalang kabut serta hati yang terus-terusan menjerit tanpa ada
tempat untuk katarsis membuat saya semakin merasa lemah dengan kondisi yang
saya buat sendiri. Saya “kecewa” karena dia sama sekali tak menghargai teman
saya bahkan hanya dengan membalas sms saja, dia tak mau. Entah apa yang ada
dalam pikirannya, saya mencoba untuk menerka semua itu. Mencoba ikhlas melupakan
“kekecewaan” karena sebuah ucapan yang tak dipegang teguh oleh si “pengucap”
itu sendiri.
|Saya berada di pertengahan jalan
untuk membenci dan memaafkannya|
Saya tersadar bahwa ketika saya
masih menunggu permintaan maafnya, maka hal itu akan menjadi hal terbodoh dalam
hidup saya. Memaafkan sebelum orang lain meminta maaf ternyata lebih indah dari
sekedar menunjukkan kesalahan orang lain sehingga dia meminta maaf.
Subhanallah. Semoga jalan Allah terbuka bagi orang-orang yang mau memaafkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar