Minggu, 22 April 2012

Merangkai Kata Menjadi Sebuah Keluarga


Bertambah satu lagi kekagumanku pada makna dari kata “keluarga”. Ternyata, keluarga bukan suatu hal yang telah ada pada diri kita. Dibutuhkan usaha untuk mengerti arti kata sebuah “keluarga”. Pemahaman kita terhadap “keluarga” bukanlah suatu bentukan realitas semata, tetapi hasil persepsi kita terhadap makna kata tersebut. Bisa saja kita berada dalam suatu ruang lingkung yang menyebut diri mereka “keluarga” tetapi di dalamnya terdapat aturan-aturan serta struktur yang ketat dan mengikat. Hari ini, Minggu, 22 April 2012, aku memaknai keluarga dengan sangat sederhana sekali.
|Keluarga bukanlah suatu keterikatan aturan tetapi kebebasan mencurahkan semua kondisi namun tetap dalam segi etis.|
Komunitas Mahasiswa Pati Universitas Indonesia memang bukanlah suatu keluarga inti yang terbentuk karena ada keterikatan darah, tetapi dibentuk oleh kehausan kami akan wadah manifestasi kekaguman kami pada tanah kelahiran kami. Di KOMPI UI, sebutan khas yang kami gaungkan, kami dapat bertukar pikiran, bercerita, menyusun misi serta sekedar bercanda dengan keluarga yang akan sangat hangat. Kehangatan kami ini mungkin saja hanya akan ada ketika kami berkumpul, karena kami pun disibukkan dengan kegiatan primer kami dalam kuliah. Tetapi dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya tahu betul bahwa saya menciptakan kehangatan “keluarga” dalam setiap memori yang saya rangkai dengan setiap kognisi yang telah ada sebelumnya.
|Rangkaian memori ku membentuk makna dari “keluarga” secara lebih jelas lagi|
Pagi ini, tepatnya pukul 5.00 aku terbangun oleh suara alarm. Meskipun baru tidur pukul 2 dini hari, tetapi demi mencari sedikit uang atas nama KOMPI UI, saya, Mba Rizma (Sastra Indonesia UI 09), Wahyu (Fisika UI 10) telah siap pada pukul 6 pagi. Tepat pukul 6.15 kami telah menggelar lapak di pinggir jalan Juanda, Depok. 2 buah jas hujan dan sebuah x-banner bekas milik Mba April (Teknik Lingkungan UI 09), telah siap untuk ditimpa baju bekas yang berhasil aku kumpulkan semalam dari anak-anak KOMPI UI. Kami menata baju bekas yang jumlahnya memang tidak terlalu banyak, namun cukup untuk latihan awal kami. Dengan senyum ceria serta muka “melas” kami menawarkan baju-baju tersebut serta beberapa gorengan yang sempat kami beli di Detos. Selesai merapikan baju-baju, Mba Rizma dan Wahyu berjalan menjajakan gorengan dan air mineral sedangkan saya menjaga baju-baju tadi. Alhamdulilah setelah 30 menit menggelar lapak, terjual 4 baju seharga 5 ribu rupiah untuk masing-masing kaos. Pulang dengan tangan hampa, saya kemudian mengajak Mba Rizma untuk menjual gorengan di Balairung dan Rotunda UI.
|Manis di awal dan akhir, sepah ditengah|
Gorengan yang kami bawa dengan sepenuh tenaga hanya laku di awal dan akhir dari penjualan kami seteleh hampir 1 jam berkeliling Rektorat. Dari pada kami hanya diberi harapan palsu oleh orang-orang yang bilang “nanti aja Mbak J”, kami berdua memutuskan untuk razia kekosan anak-anak KOMPI UI di kukusan teknik. Saya meminta Mba Rizma untuk memilih siapa target pertama razia kali ini. Mba Rizma dengan antusias mengatakan “Mas Jo”. Kami melaju di atas dua roda dengan kecepatan standar. Beberapa menit kemudian tampak “sesepuh” KOMPI dengan muka curiga menatap kami. Alhamdulilah 13 ribu rupiah keluar dari dompet Mas Jauhar (Fisika UI 08) ketika ia membeli beberapa kue untuk saudara seperjuangan di KOMPI UI yaitu Mas Riko (Ilmu computer UI 09) dan Mas Harnoko (Matematika UI 09). Mas Dana (Kimia UI 09) masih tak beranjak dari peraduannya ketika kami disana. Target kedua yaitu Septa (Manajemen UI 11) yang mengeluarkan 10 ribu untuk beberapa gorengan kami.
|Semua bukan karena uang dan makanan, tetapi kebersamaan|
Pukul 10 tepat kami tahu bahwa uang hari ini ada 66 ribu rupiah dari hasil jualan baju dan gorengan. Rasanya aku pengen meluapkan kesenanganku dengan teriak-teriak “I Love U KOMPI” tetapi aku takut Mba Rizma dan Wahyu akan malu karena itu. Perjuangan kami terbalaskan dengan pencurahan rasa cinta serta pengorbanan kami agar KOMPI UI tetap eksis. Kami tak mau KOMPI hanya menjadi bagian dari kenangan masa lalu yang akan tersapu oleh reformasi organisasi yang semakin menjamur. Keluarga bagiku adalah suatu wadah untuk saling “memberi” tanpa berharap mendapatkan “kembalian” dari yang kita berikan.
|Keluarga akan muncul menjadi “puzzle” yang bisa kamu rangkai dalam jalan hidupmu |
Thanks to: Mba Jumiatun (Sastra Jerman UI 08), Mba Titik (Administrasi Negara UI 08), Mas Bhisma (Teknik Sipil UI 09), Septa (Manajemen UI 11) dan Mba April (Teknik Lingkungan UI 09) yang telah memberikan baju layak pakainya untuk KOMPI UI. InsyaAllah pemberianmu akan menjadi saksi kontribusimu pada “KOMPI UI”
Big Thanks to: Mbak Rizma (Sastra Indonesia UI 09) dan Wahyu (Fisika UI 10) yang rela terpapar sinar matahari berjam-jam serta menahan rasa lelah.
|Mereka adalah orang tangguh yang terus berlari hingga “kelelahan” lelah mengikuti mereka.|

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate