Bertambah satu lagi kekagumanku
pada makna dari kata “keluarga”. Ternyata, keluarga bukan suatu hal yang telah
ada pada diri kita. Dibutuhkan usaha untuk mengerti arti kata sebuah “keluarga”.
Pemahaman kita terhadap “keluarga” bukanlah suatu bentukan realitas semata,
tetapi hasil persepsi kita terhadap makna kata tersebut. Bisa saja kita berada
dalam suatu ruang lingkung yang menyebut diri mereka “keluarga” tetapi di
dalamnya terdapat aturan-aturan serta struktur yang ketat dan mengikat. Hari
ini, Minggu, 22 April 2012, aku memaknai keluarga dengan sangat sederhana
sekali.
|Keluarga bukanlah suatu
keterikatan aturan tetapi kebebasan mencurahkan semua kondisi namun tetap dalam
segi etis.|
Komunitas Mahasiswa Pati
Universitas Indonesia memang bukanlah suatu keluarga inti yang terbentuk karena
ada keterikatan darah, tetapi dibentuk oleh kehausan kami akan wadah
manifestasi kekaguman kami pada tanah kelahiran kami. Di KOMPI UI, sebutan khas
yang kami gaungkan, kami dapat bertukar pikiran, bercerita, menyusun misi serta
sekedar bercanda dengan keluarga yang akan sangat hangat. Kehangatan kami ini
mungkin saja hanya akan ada ketika kami berkumpul, karena kami pun disibukkan
dengan kegiatan primer kami dalam kuliah. Tetapi dari lubuk hati saya yang
paling dalam, saya tahu betul bahwa saya menciptakan kehangatan “keluarga”
dalam setiap memori yang saya rangkai dengan setiap kognisi yang telah ada
sebelumnya.
|Rangkaian memori ku membentuk
makna dari “keluarga” secara lebih jelas lagi|
Pagi ini, tepatnya pukul 5.00 aku
terbangun oleh suara alarm. Meskipun baru tidur pukul 2 dini hari, tetapi demi
mencari sedikit uang atas nama KOMPI UI, saya, Mba Rizma (Sastra Indonesia UI
09), Wahyu (Fisika UI 10) telah siap pada pukul 6 pagi. Tepat pukul 6.15 kami
telah menggelar lapak di pinggir jalan Juanda, Depok. 2 buah jas hujan dan
sebuah x-banner bekas milik Mba April (Teknik Lingkungan UI 09), telah siap
untuk ditimpa baju bekas yang berhasil aku kumpulkan semalam dari anak-anak
KOMPI UI. Kami menata baju bekas yang jumlahnya memang tidak terlalu banyak,
namun cukup untuk latihan awal kami. Dengan senyum ceria serta muka “melas”
kami menawarkan baju-baju tersebut serta beberapa gorengan yang sempat kami
beli di Detos. Selesai merapikan baju-baju, Mba Rizma dan Wahyu berjalan
menjajakan gorengan dan air mineral sedangkan saya menjaga baju-baju tadi. Alhamdulilah
setelah 30 menit menggelar lapak, terjual 4 baju seharga 5 ribu rupiah untuk
masing-masing kaos. Pulang dengan tangan hampa, saya kemudian mengajak Mba Rizma
untuk menjual gorengan di Balairung dan Rotunda UI.
|Manis di awal dan akhir, sepah
ditengah|
Gorengan yang kami bawa dengan
sepenuh tenaga hanya laku di awal dan akhir dari penjualan kami seteleh hampir
1 jam berkeliling Rektorat. Dari pada kami hanya diberi harapan palsu oleh
orang-orang yang bilang “nanti aja Mbak J”,
kami berdua memutuskan untuk razia kekosan anak-anak KOMPI UI di kukusan
teknik. Saya meminta Mba Rizma untuk memilih siapa target pertama razia kali
ini. Mba Rizma dengan antusias mengatakan “Mas Jo”. Kami melaju di atas dua
roda dengan kecepatan standar. Beberapa menit kemudian tampak “sesepuh” KOMPI
dengan muka curiga menatap kami. Alhamdulilah 13 ribu rupiah keluar dari dompet
Mas Jauhar (Fisika UI 08) ketika ia membeli beberapa kue untuk saudara
seperjuangan di KOMPI UI yaitu Mas Riko (Ilmu computer UI 09) dan Mas Harnoko
(Matematika UI 09). Mas Dana (Kimia UI 09) masih tak beranjak dari peraduannya
ketika kami disana. Target kedua yaitu Septa (Manajemen UI 11) yang
mengeluarkan 10 ribu untuk beberapa gorengan kami.
|Semua bukan karena uang dan
makanan, tetapi kebersamaan|
Pukul 10 tepat kami tahu bahwa
uang hari ini ada 66 ribu rupiah dari hasil jualan baju dan gorengan. Rasanya
aku pengen meluapkan kesenanganku dengan teriak-teriak “I Love U KOMPI” tetapi
aku takut Mba Rizma dan Wahyu akan malu karena itu. Perjuangan kami terbalaskan
dengan pencurahan rasa cinta serta pengorbanan kami agar KOMPI UI tetap eksis.
Kami tak mau KOMPI hanya menjadi bagian dari kenangan masa lalu yang akan
tersapu oleh reformasi organisasi yang semakin menjamur. Keluarga bagiku adalah
suatu wadah untuk saling “memberi” tanpa berharap mendapatkan “kembalian” dari
yang kita berikan.
|Keluarga akan muncul menjadi “puzzle”
yang bisa kamu rangkai dalam jalan hidupmu |
Thanks to: Mba Jumiatun (Sastra
Jerman UI 08), Mba Titik (Administrasi Negara UI 08), Mas Bhisma (Teknik Sipil
UI 09), Septa (Manajemen UI 11) dan Mba April (Teknik Lingkungan UI 09) yang
telah memberikan baju layak pakainya untuk KOMPI UI. InsyaAllah pemberianmu
akan menjadi saksi kontribusimu pada “KOMPI UI”
Big Thanks to: Mbak Rizma (Sastra
Indonesia UI 09) dan Wahyu (Fisika UI 10) yang rela terpapar sinar matahari
berjam-jam serta menahan rasa lelah.
|Mereka adalah orang tangguh yang
terus berlari hingga “kelelahan” lelah mengikuti mereka.|